Selasa, 24 April 2012

Empathy, What Makes A Great Social Entrepreneur

Bill Drayton, CEO dan Founder Ashoka, baru-baru ini diundang untuk sharing di sebuah program radio. Topik yang diangkat adalah tentang "what makes a great social entrepreneur". Dengarkan podcastnya disini dan temukan kunci keberhasilan para leading social entrepreneurs! Pastinya ada kaitannya dengan Empathy! Selamat mendengarkan ;)

Rabu, 18 April 2012

Zoom in on Change Photo & Images Contest

Ashoka Changemakers mengundang Anda bergabung sebagai pencerita visual melalui gambar orisinil berkualitas tinggi yang menunjukkan inovasi dan inspirasi gagasan, proyek, dan komunitas dari seluruh dunia. Zoom in on Change contest mencari foto yang menunjukkan terjadinya perubahan saat tustel dijepret, dan menggambarkan trend yang tengah muncul. Anda juga dapat memasukkan gambar kreatif, seperti ilustrasi atau komposit.


Silakan masukkan lebih dari satu gambar via salah satu media sosial berikut sebelum 27 April 2012. 
  • Twitter—gunakan tagar #ZoomChange
  • Facebook—post foto Anda di Facebook Fan page wall Ashoka Changemakers 
  • Pinterest—kirimkan tweet ke @changemakers atau email ke mystory@changemakers.com berisi tautan akun Pinterest Anda, untuk kami undang pin di Changemakers collaborative board, Zoom in on Change
  • Flickr—bergabunglah dengan grup Zoom in on Change.
 Menangkan:
  • US$100 untuk People’s Choice Award
  • Semua pemenang akan ditampilkan di Huffington Post slideshow dan laman baru Ashoka Changemakers.
  • Lima Trend-specific images masing-masing mendapatkan US$30
  • The Best Caption Award akan mendapatkan buku “How to Change the World”.
Kami tunggu!

Welcome Aboard!

Selamat datang Inggi Syafarahman!  Inggi merupakan anggota baru dalam core team pengurus Ashoka Young Changemakers program. Inggi bergabung di Ashoka Indonesia sejak akhir Maret 2012. Pemuda Bandung yang cool ini juga mengembangkan social venture di sekitar tempat tinggalnya. Berikut ini cerita tentang venturenya Inggi di Babakan Asih Bandung. Enjoy reading!   

Kampung Napi jadi Kampung Teladan.., 


Sadarilah, dari hari ke hari, begitu banyak refleksi yang dapat kita maknai, begitu banyak pertemuan yang dapat membawa rasa baru, rasa pasrah, gelisah yang disertai keinginan dan semangat yang tinggi untuk maju. Anda akan menjadi saksi dari semua rasa itu jika anda tumbuh dan berkembang di dalam sebuah lingkungan kumuh dengan jumlah penduduk terpadat. Cerita tertulis ini, akan mengantarkan anda menyelami pengalaman pribadi kami yang menyaksikan berbagai realita dari suatu lingkungan sosial yang buruk ini, pemukiman yang bertaburan sampah, dihampiri banjir setiap kali hujan, dihuni oleh komunitas Masyarakat yang krisis nilai sosial, rentan anarkisme, dan tidak mempunyai gairah untuk merubah lingkungannya ke arah yang lebih baik. 

Pasrah dan Hanya bisa mengeluh ??!
Benar! dulu kami sangat pasrah dan hanya bisa mengeluh! menggerutu tanpa melakukan sesuatu, ikut tertawa dan menikmati rutinitas yang perlahan mengubur masa depan kami. Pasti kalian pun pernah melakukan hal serupa, mengeluh, menggerutu, melakukan analisa kesalahan, mencoba memberi solusi, tetapi seringkali tidak di imbangi dengan eksekusi, dan sampai saat ini masih banyak yang terperangkap dalam situasi seperti ini. 

Tapi tanpa mereka pun perlahan kami berubah, kami berubah ketika kami Mengenal tetangga kami dengan baik, kami berubah ketika kami bersama tetangga kami, dapat Memahamil Lingkungan kami dengan baik, dan kami berubah, ketika kami bersama-sama mampu Menghayati Sejarah kami dengan baik! Dari proses itulah kami mulai mempunyai rasa memiliki, kami berfikir mandiri, dan merasa bergairah untuk memulai aksi preservasi lingkungan kami.   

Pada prinsipnya, kita sebagai Manusia tidak bisa hidup tanpa Berkelompok. Setiap Individu yang hidup Bermasyarakat, mempunyai tanggung jawab sosial terhadap sesama dan lingkungannya. Paradoks, ketika kita saksikan hari ini begitu banyak manusia yang terlalu mengedepankan aspek ekonomi individu, untuk mendapatkan modernitas yang dapat membuat hidup lebih mudah dan nyaman! Sehingga pada akhirnya, para individu tersebut terbuai dengan hegemoni praktis, dan lupa akan kewajiban serta tanggung jawab alamiah mereka sebagai Manusia yang seharusnya hidup untuk berbagi, sebagai Manusia yang seharusnya hidup mapan dan mendistribusikan kemapanan tersebut kepada lingkungannya. 

Secara faktual, sebenarnya semua ini bisa kita awali cukup dengan menyentuh dan membangun komunikasi yang baik dengan elemen-elemen di Lingkungan Masyarakat terdekat, agar kita dapat menumbuhkan empati, kekeluargaan, mengenali karakteristik, mengaktifasi nilai-nilai, dan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada pada Lingkungan Sosial kita tersebut untuk membangun kesadaran serta kearifan terhadap Perubahan Sosial yang terjadi di lingkungan sosial kita.

Itulah yang saat ini terjadi di Kampung Napi/Blok Tempe, Kel. Bbk Asih, Kec. Bojongloa Kaler.

Rangkaian proses 'Rekonstruksi Sosial' ini membawa kami keluar dari kejenuhan, mendaur ulang Masyarakat serta lingkungan kami yang pada awalnya adalah pemukiman kumuh padat penduduk yang dihuni oleh individu-individu para mantan narapidana, rentan terhadap kriminalitas serta dampak buruk narkoba, hingga menjadi salah satu kampung teladan di Kota Bandung. Percayalah! perubahan ini mudah dan sangat indah!

Cultivating Empathy

Hosted by Arianna Huffington (April 2012)


‘‘The ability to identify with another person’s feelings.’’ That is how Mary Gordon’s organization, Roots of Empathy, defines the elemental but elusive human quality that gives the group its name. Empathy is a simple concept, which is actually why it has such potential to change the world.
Last year, I became captivated by Jeremy Rifkin’s book The Empathic Civilization, in which he explains that empathy is not a quaint behavior to be trotted out during intermittent holiday visits to a food bank or during a post-disaster telethon. Instead, it lies at the very core of human existence. What Rifkin articulates—and backs up with scientific evidence—is something I’ve long believed.
Indeed, I wrote a book dedicated to exploring what I called the Fourth Instinct—the instinct that compels us to go beyond our impulses for survival, sex, and power and drives us to expand the boundaries of our caring to include our communities and the world around us.
And in the years since I wrote my book, the role empathy plays in our lives has only grown more important. In fact, in this time of economic hardship, political instability, and rapid technological change, empathy is the one quality we most need if we’re going to survive and flourish in the twenty-first century.
Just before he died, Jonas Salk defined the transitional period we’re in as moving from Epoch A (based on survival and competition) to Epoch B (based on collaboration and meaning). And technological advances, including the advent of social media, have enabled us to collaborate in ways that would have been unimaginable only a decade ago. As Biz Stone, Twitter’s co-founder, puts it, ‘‘Twitter is not a triumph of tech; it’s a triumph of humanity.’’
When people used to offer to join Mother Teresa in her work with the needy of Calcutta, she would often respond: ‘‘Find your own Calcutta.’’ That is, care for those in need where you are. Thousands are doing this, all across America, in ways that illustrate and even amplify the possibilities of Salk’s Epoch B. People like Eric Jirgens, an interior designer in Detroit who found himself getting a lot fewer jobs than he used to in his recession-ravaged city. So he put his underutilized skills to work transforming a women’s shelter into a beautiful and more welcoming space for the women who have to temporarily call it home. And Jacqueline Novogratz, who, as head of the Acumen Fund, has combined her expertise in finance with her gift for empathy, investing from Kenya to Karachi and Dubai in start-ups that help improve the lives of those unable to do so on their own.
And Cheryl Jacobs, who along with her work as a torts lawyer at a big firm had been doing pro bono work with the highly successful Residential Mortgage Foreclosure Diversion Program in Philadelphia, which helps homeowners facing foreclosure navigate the legal process. After being laid off, Jacobs took on even more foreclosure cases, eventually opening her own practice dedicated to helping people keep their homes.
I have been lucky enough, in the course of my travels around the country and around the world, to meet and work with many people who have bolstered my faith in our collective ability to confront the crises we face. And I am increasingly convinced that the solutions to our problems are not going to come from the political, media, and financial institutions that continue to fail us. The solutions are going to come from each of us doing our part—making a personal commitment and taking action. And to summon our better angels, there are two essential ingredients we’ll need: innovation nurtured by an entrepreneurial spirit, and empathy nurtured by a strong civil society.
The individuals and organizations described in “Rippling” are inspiring illustrations of both. They have mastered the gift of identifying with other people’s feelings. In spite of the challenges ahead, when I read their stories I am reminded of the combustible creativity that results when empathy meets imagination, and I am filled with hope.

Reprinted by permission of the publisher, John Wiley & Sons, Inc., from Rippling: How Social Entrepreneurs Spread Innovation Throughout the World by Beverly Schwartz.  Copyright (c)  2012 by John Wiley & Sons, Inc.  All rights reserved.

Selasa, 17 April 2012

Live Your Dream, Share Your Passion!


The Holstee Manifesto. Watch the 
video! It's really inspiring!  

Activating Empathy and Indonesia

Masih ingat beberapa waktu lalu Ashoka mengadakan kompetisi inovasi ide Activating Empathy: Transforming Schools To Teach What Matters? Ternyata, beberapa guru dari Sekolah Pembaharu Muda, para Ashoka Young Changemakers dan Fellow Ashoka ikutan juga! Siapa saja yang berpartisipasi? Berikut ini reviewnya..
Sebelum voting dimulai 6 minggu lagi, yuk kenali lebih jauh gagasan mereka. Teman-teman bisa juga bertanya kepada masing-masing peserta kompetisi melalui comment. Ini hanya sebagian ide dari total 627 ide sosial mengenai bagaimana cara Activating Empathy dari berbagai negara!  

Jumat, 13 April 2012

I'm Growing Up


Selasa, 10 April 2012 -Aghnie Hasya Rif, Ashoka Young Changemakers 2010, berinteraksi dengan seorang anak positif HIV di Klinik Teratai RS Hasan Sadikin Bandung. Kegiatan ini bagian dari kolaborasi antara Ashoka Young Changemakers yang fokus di isu anak dengan Rumah Cemara (sebuah organisasi yang didirikan oleh Ashoka Fellow Ginan Koesmayadi).

Sejak usia 2 tahun, Anak Ceria ini sudah ditinggalkan orang tuanya. Ayahnya meninggal karena HIV, sedangkan ibunya pulang kembali ke kampung halamannya setelah mengetahui dirinya juga terinfeksi HIV. Anak Ceria ini kemudian dirawat oleh sang nenek tercinta. Setelah 4 tahun berlalu, Anak Ceria ini mulai bersekolah. Ia tumbuh menjadi anak yang cerdas dan aktif berkomunikasi.

Hari ini adalah waktunya si Anak Ceria diambil sampel darahnya. Sudah 2 tahun si Anak Ceria ini menjalani terapi di Klinik Teratai dan mengkonsumsi ARV. Setiap satu bulan sekali Si Anak Ceria dan neneknya datang ke Klinik Teratai untuk check up dan berobat. Sejak diambil cairan sumsum tulang belakangnya, si Anak Ceria ini mulai merasakan kelainan dan ternyata berdampak pada pertumbuhannya. 
"Sangat jauh dari bayangan! Ternyata anak-anak ini lincah, ceria, sama seperti anak lainnya, bahkan lebih!" --Aghnie Hasya Rif
Berdasarkan data dari Rumah Cemara, di Jawa Barat terdapat 100 lebih anak-anak usia 1-12 tahun yang positif HIV. Tiga puluh dua diantaranya telah didampingi oleh Rumah Cemara, 60 anak telah mengakses ARV dan 5 anak dilayani intensif di Rumah Cemara. Melalui kolaborasi Ashoka Young Changemakers dan Rumah Cemara, akan lahir ide-ide baru nan segar demi membawa perubahan bagi anak-anak yang hidup dengan HIV. Seperti apa ide kolaborasi tersebut? Nantikan cerita berikutnya!        

Application For Ashoka Young Changemakers 2012 is OPEN NOW!

Hai Kaum Muda!

Aplikasi untuk bergabung dalam proses seleksi Ashoka Young Changemakers 2012 sudah dibuka! Seiring dengan evolusi program, untuk seleksi YCM 2012, Ashoka akan mengadakan 4 periode proses seleksi, yakni pada bulan Mei, Agustus, November 2012 dan Januari 2013. Untuk ikut berproses dalam seleksi YCM sangat simpel. Hal yang perlu kamu lakukan:
  1. Pertama, download aplikasinya disini, isi dan kirimkan kembali melalui email ke ycm@ashoka.or.id. Ingat, hanya melalui email! Di dalam aplikasi ini, kamu akan diminta juga untuk membuat akun di Changeshop. Konten dalam akun Changeshop kamu bisa menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris.
  2. Setelah aplikasi diterima, Ashoka akan melakukan pre-panel review. Dalam proses ini, akan ada reviewer yang ditunjuk Ashoka untuk melakukan interview dan menggali kesesuaian kamu dengan kriteria YCM Ashoka.
  3. Jika pre-panel reviewer merekomendasikan, kamu akan diundang untuk mengikuti seleksi panel di lokasi yang ditentukan oleh Ashoka. Seleksi panel merupakan tahap akhir dari rangkaian proses seleksi YCM. Dalam seleksi panel, kamu akan bertemu dengan 3 panelis. Para panelis inilah yang akhirnya akan menyepakati bersama siapa saja yang sesuai dengan kriteria dan berikutnya bergabung dalam Fellowship Young Changemakers Ashoka.

Berikut ini waktu penting terkait proses seleksi YCM 2012.
  • Penutupan aplikasi: 29 April 2012 (periode Mei), 15 Juli 2012 (periode Agustus), 7 Oktober 2012 (periode November), dan 2 Desember 2012 (periode Januari)  
  • Pre-panel review: Dilakukan sepanjang tahun dengan kepastian waktu disepakati bersama antara kandidat dengan pre-panel reviewer.  
  • Seleksi Panel: Mei, Agustus, November 2012 dan Januari 2013

Apabila di salah satu tahap kamu dinyatakan belum lolos, itu artinya kamu perlu lebih mempertajam dan mengembangkan gagasan kamu. Daaannnn.. Kamu masih bisa, masih punya kesempatan untuk ikut proses seleksi berikutnya! Ashoka percaya Everyone A Changemaker sehingga kami percaya setiap orang, bahkan anak muda bisa membawa perubahan bagi masyarakat. 


Download informasi kriteria YCM