Pertama, kamu harus mengasah empati kamu sehingga bisa peka merasakan kebutuhan teman, komunitas dan masyarakat di sekitar kamu. Iya, semudah itu! Ga percaya? Ini dia contohnya, Ria dan Arlian, para Young Changemakers dari SMPN 11 Bandung.
Di sekolah ini, tulisan ‘jagalah kebersihan’ yang terpampang di dinding, bukan cuma slogan. Anak-anaknya menggagas perubahan kebiasaan, dengan konsekuensi, menambah aktivitas mereka di sekolah.
Dian Palupi
Waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB atau 30 menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi bagi anak-anak di SMP Negeri 11 Bandung. Sisa waktu itu digunakan Ria Putri Primadanty, 13, untuk mengecek empat jamban bersih sehat jujur (BSJ) yang terletak di lantai 2.
Ketika mendapati banyak tapak sepatu membekas di lantai, Ria tak segan mengambil kain pel untuk membersihkannya. “Biar tetap bersih, karena ini tanggung jawab bersama,” ujar Ria. Jamban BSJ merupakan toilet yang dikhususkan untuk siswi yang sedang menstruasi. Di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas pembalut wanita, celana dalam berbagai ukuran, sandal, dan tempat sampah. Para siswi yang sedang haid tidak perlu susah-susah lagi jika ingin ganti pembalut selama jam pelajaran sekolah.
Gagasan membentuk jamban BSJ berawal dari temuan pembalut wanita bekas pakai yang dibuang sembarang. “Risih dong ya, masa sekolah udah sehat, tapi toiletnya jorok,” tutur Ria.
Tergelitik dengan keadaan ini, Ria bersama sembilan orang siswi lainnya membentuk tim jamban BSJ. Mereka memanfaatkan toilet yang sudah ada.
Untuk mewujudkan jamban BSJ mereka terjun langsung membersihkan dan membeli perlengkapan yang diperlukan. Kepala sekolah memberikan Rp300 ribu kepada tim ini untuk memenuhi segala kebutuhan jamban BSJ.
“Ria menghitung sendiri semua keperluan yang perlu dibeli, mulai dari rak sampai pembalut. Saya hanya bantu membimbing,” ujar Nia Kurniati, guru mata pelajaran Biologi SMP 11 Bandung.
Jamban BSJ mulai resmi digunakan pada 19 Oktober 2011. Para siswi cukup mengganti Rp500 untuk setiap pembalut yang mereka gunakan, dan Rp5.000 untuk celana dalam.
Uangnya ditaruh di kotak yang tersedia. Bila ada yang tidak membawa uang, atau hanya cukup untuk ongkos pulang, mereka boleh utang dulu dengan menulis di kertas yang disediakan dekat rak penyimpanan.
“Inilah makanya tidak hanya disebut jamban bersih dan sehat, tapi juga jujur. Karena perlu kejujuran masing-masing juga. Transaksinya itu kan tidak ada yang mengawasi,” ucap Ria, yang mengakui hingga saat ini masih ada siswi yang tidak jujur dengan mengambil tanpa bayar. Sejak jamban BSJ beroperasi, menurut Nia, jumlah anak yang minta izin untuk pulang karena haid semakin berkurang. Untuk menjaga kondisi toilet tetap nyaman, Ria dan tim bergantian memeriksa jamban BSJ sebelum masuk dan sepulang sekolah. Sosialisasi mengenai jamban BSJ dilakukan lewat kelas keputrian yang berlangsung setiap hari Jumat. Ria dan kawan-kawan menjelaskan kepada para siswi lainnya tidak hanya seputar kebersihan toilet, tapi juga pentingnya menjaga organ reproduksi, agar terhindar dari penyakit. “Kanker serviks salah satunya disebabkan dari masalah kurangnya menjaga kebersihan organ reproduksi,” ucap Ria yang mengaku banyak mendapat informasi tersebut dari ibunya yang bekerja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Susahnya ubah kebiasaan
Meskipun sudah melakukan sosialisasi, tak mudah untuk membuat semua siswi mau melakukan sesuai aturan yang diterapkan. “Masih ada yang bandel juga. Misalnya, kita kan menerapkan konsep toilet kering di sini. Jadi setiap orang juga mesti buka sepatu kalau mau menggunakan jamban, dan mengganti dengan sandal. Tapi, masih ada yang tidak melakukan,” ujar Ria.
Ada juga yang langsung membuang pembalut bekas pakai tanpa dicuci terlebih dahulu. Padahal aturannya sudah tertera di dinding toilet. “Mereka belum sadar akan kebersihan individu. Masih seenaknya saja dan bergantung pada petugas kebersihan semata.”
Ria sendiri tidak ingin anak lain menaati aturan hanya karena ada ia atau rekan lain yang mengawasi, melainkan karena kesadaran sendiri.
Rencananya bulan April ini seluruh toilet putri di SMP 11 akan dibuat seperti jamban BSJ. Menurut Ria, para siswi sendiri sudah mulai merasakan manfaat jamban BSJ yang ia bentuk.
“Ini kan khusus untuk yang sedang mens, tapi sekarang banyak yang tidak mens pun memilih menggunakan jamban BSJ, alasannya lebih bersih dari toilet putri yang lain. Ini kan artinya mereka sudah bisa rasakan perbedaannya,” tutur siswi yang bercita-cita jadi dokter dan penulis itu.
Zero waste event
Kalau Ria dan tim jambannya fokus pada masalah toilet, Arlian Puri Anggraeni sibuk memperjuangkan sampah. Siswi SMP 11 Bandung itu menggiatkan zero waste event, yakni pengelolaan sampah berbasis kelas. Program itu merupakan kelanjutan dari gerakan yang sudah lebih dulu digagas seniornya, Amilia Agustin, Go To Zero Waste SChool.
“Lebih spesifik lagi dari program sebelumnya, karena di sini tanggung jawabnya ada di setiap kelas,” ujar Arlian.
Kampanye yang dilakukan tidak lagi sekadar membuang sampah pada tempatnya, tetapi memilah sampah antara sampah plastik dan organik. Setiap kelas dilengkapi dengan dua macam tempat sampah. Arlian menjadi garda terdepan yang mengawasi pemilahan sampah yang dilakukan teman-temannya.
Untuk mengampanyekan program itu, Arlian memanfaatkan hobi menggambarnya sebagai sarana sosialisasi. Komik, poster, hingga wayang kertas dipakai untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada teman-teman sebaya.
Meski tidak selalu berjalan mulius, aksi nyata Arlian dan Ria membuahkan hasil yang bisa dirasakan semua warga sekolah. SMPN 11 Bandung meraih beberapa kali meraih penghargaan Sekolah Sehat se-Kabupaten Bandung. Jadi, tulisan ‘jagalah Kebersihan’ yang biasa terpampang di dinding sekolah, mestinya bukan cuma slogan ya!