Senin, 27 Agustus 2012

PELATIHAN GURU KECIL DI SDN FATUMONAS, SALAH SATU SD DI KECAMATAN AMFOANG TENGAH, KABUPATEN KUPANG-NTT

Dok. Simon Seffi (YCM 2012)
Kegiatan yang melibatkan adik-adik pelajar kelas IV, V dan VI ini dilaksanakan oleh kawan-kawan mahasiswa Amfoang yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Peduli Amfoang (KMPA) selama 2 hari, sejak tanggal 10 hingga 11 Agustus 2012. Adik-adik pelajar yang dilatih selama 2 hari kegiatan ini kemudian akan diarahkan membentuk kelompok belajar di lingkungannya, dengan menghimpun dan belajar bersama (mengajari) adik-adiknya yang masih kelas I, II, dan III yang belum bisa membaca, menulis dan berhitung. 

Di Amfoang (6 kecamatan), tidak sedikit siswa di tidak sedikit SD yang hingga kelas III bahkan kelas IV belum bisa membaca, menulis, dan berhitung. Akibatnya, selain penguasaan materi pembelajaran yang tidak terlalu maksimal hingga rendahnya kualitas lulusan, adik-adik juga dipastikan akan kesulitan memahami materi lanjutan pada jenjang pendidikan berikutnya. Sehingga tidak berlebihan jika kualitas pendidikan di kabupaten kupang khususnya di Amfoang terkesan sementara berada pada kondisi ‘darurat’ jika dikaitkan dengan pencapaian kelulusan tahun ini (tahun-tahun sebelumnya juga tidak berbeda jauh) yang menempatkan Kabupaten Kupang pada posisi juru kunci dari posisi kabupaten lainnya di propinsi NTT, yang juga menempati posisi juru kunci pada pencapaian tingkat kelulusan secara nasional. Minimnya jumlah termasuk sebaran guru yang tidak merata, mekanisme pengambilan gaji yang mengharuskan tiap guru ke kota kabupaten meninggalkan tugas pokoknya paling cepat seminggu akibat buruknya kondisi sarana dan prasarana transportasi dari dan ke Amfoang, belum maksimalnya dukungan sarana dan prasarana pembelajaran, diduga termasuk merupakan bagian faktor penyebab masalah tersebut di atas.

Di SDN Fatumonas, tidak sedikit siswa yang hingga kelas III belum bisa membaca dan menulis termasuk berhitung, sehingga dalam kegiatan pelatihan, para calon guru cilik ini diajak berdiskusi mengenai yang bisa dilakukan untuk membantu adik-adik mereka sebelum akhirnya mereka sendiri yang berinisiatif membentuk kelompok belajar dan mengajak adik-adik mereka untuk terlibat. Selain materi terkait apa yang akan dilakukan sebagai guru cilik dalam kelompok belajar, hal-hal teknis dalam pembelajaran di kelompok belajar, para guru cilik ini juga mendapat materi mengenai perilaku hidup sehat yang diberikan oleh kakak-kakak petugas kesehatan (Bidan Desa) dari puskesmas Fatumonas (saat itu, bersama pihak sekolah langsung merencanakan pengadaan fasilitas cuci tangan di sekolah dan para siswa diharuskan mencuci tangan sebelum jajan). Rencananya, selain kemampuan dasar (baca, tulis dan hitung), materi-materi kesehatan juga akan disampaikan di tiap kelompok belajar sekali setiap bulan oleh para petugas kesehatan, termasuk adanya kebun sayur yang harus dimiliki oleh tiap kelompok belajar termasuk tiap anggota kelompoknya. Di hari terakhir, para guru cilik yang telah membentuk kelompok dan duduk berkelompok sesuai kelompok belajar membuat rencana tindak lanjut di tiap kelompok termasuk hari dan jam (jadwal) kegiatannya. 

Dalam diskusi di akhir kegiatan, pihak sekolah berjanji akan memantau aktifitas di tiap kelompok belajar, dan bersama-sama dengan KMPA akan mengevaluasi perkembangan di kelompok belajar dengan menyelenggrakan kegiatan lomba membaca cepat, menulis, atau kegiatan lain sejenis (dikondisikan) setiap 4 bulan.

cerita ini ditulis oleh Simon Seffi, Ashoka Young Changemakers 2012

Jumat, 10 Agustus 2012

Sarasehan Gerakan Masyarakat Satu Mimpi untuk Indonesia Menuju Homeless World Cup Mexico City 2012

original post: http://www.bccf-bdg.com/webs/the-news/245-gerakan-masyarakat-satu-mimpi-untuk-indonesia-menuju-homeless-world-cup-mexico-city-2012.html 

MONDAY, 06 AUGUST 2012 12:21 BLACK HEAVEN



Sampurasun
Rumah Cemara mengundang sahabat komunitas untuk hadir di program Presentasi, Sarasehan & Jumpa Pers Gerakan Masyarakat Satu Mimpi untuk Indonesia Menuju Homeless World Cup Mexico City 2012.

LATAR BELAKANG
Rumah Cemara adalah organisasi berbasis komunitas untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pengguna narkoba di Indonesia, didirikan oleh lima mantan pengguna narkoba dengan satu tujuan, Indonesia tanpa stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan pengguna narkobaSehubungan dengan akan diadakannya kembali kejuaraan internasionalstreet soccer Homeless World Cup 2012 yang akan diselenggarakan bulan Oktober 2012 di Mexico Citydimana pada tahun ini kembali Rumah Cemara ditunjuk sebagai National Organizer untuk Republik Indonesia oleh panitia pusat Homeless World Cup yang berpusat di Skotlandia.
Homeless World Cup adalah Kejuaraan yang diadakan setiap tahun, sebuah kompetisi sepakbola internasional, yang mempersatukan lebih dari 300,000 orang-orang yang punya permasalahan terkait Ketunawismaan dan yang termarjinalkan secara sosial untuk mendapatkan kesempatan sekali seumur hidupnya dan mewakili negaranya serta mengubah kehidupannya.
Homeless World Cup didukung oleh UEFA, dan klub-klub besar dunia seperti Manchester United, Real Madrid, Ambassador Eric Cantona dan pesepakbola internasional seperti Didier Drogba dan Rio Ferdinand

Rumah Cemara & Homeless World Cup
  • Turnamen internasional yang melibatkan lebih dari 70 negara.
  • Rumah Cemara dalah National Partner untuk Homeless World Cup sejak 2009.
  • Indonesia memulai debut nya di Homeless World Cup (HWC) 2011, Paris.
  • Indonesia membentuk tim Indonesia berisikan Orang dengan HIV/AIDS, Pengguna Narkoba dan Masyarakat kurang mampu
  • Di HWC 2011, Paris, Indonesia menduduki posisi ke-6.
  • Di HWC 2011, Paris, Indonesia dinobatkan sebagai tim pendatang baru terbaik.
  • Ginan Koesmayadi, kapten tim Indonesia, dinobatkan sebagai pemain terbaik HWC 2011, Paris.
  • Indonesia saat ini menduduki posisi 22 dunia.
Terlepas dari segela keberhasilan yang telah diraih oleh tim Indonesia di tahun 2011, tahun ini pun kami masih menghadapi banyak kendala dalam mendapatkan dukungan finansial, terutama dari badan pemerintahan terkait dengan isu ini. 
Oleh karena itu, kami berinisiatif untuk membentuk sebuah strategi penggalangan dana yang bertajuk Gerakan Masyarakat Satu Mimpi untuk Indonesia Menuju Homeless World Cup Mexico City 2012.
Harapan kami dengan adanya sebuah gerakan masyarakat ini adalah, tim Indonesia untuk Homeless World Cup untuk tahun ini dan tahun kedepannya, akan lebih menjadi bagian dari masyarakat dan tidak menjadi ekslusif milik Rumah Cemara semata.

TUJUAN
Dengan akan berlangsungnya kegiatan besar tersebut, kami Rumah Cemara sebagai Indonesia National Organizer Homeless World Cup 2012, bertujuan untuk mensosialisasikan strategi Gerakan Masyarakat Satu Mimpi untuk Indonesia Menuju Homeless World Cup 2012 Mexico City.

TEMPAT & WAKTU
Hari : Jumat, 10 Agustus 2012
Jam : 16.00 – 19.30 WIB
Tempat : Simpul Space II - Bandung Creative City Forum (BCCF)
Jalan Purnawarman No. 70 Bandung

AGENDA

16.00 : Pembukaan / sambutan oleh BCCF
16.10 : Penjelasan tentang Rumah Cemara dan program Sepakbola oleh Ginan
16.25 : Pemutaran film singkat tentang Rumah Cemara dan Sepakbola
16.40 : Penjelasan “Gerakan Masyarakat Satu Mimpi” oleh Febby
17.00 : Press conference Tim Nasional Homeless World Cup 2012
17.15 : Diskusi
17.45 : Buka Puasa Bersama & Ramah Tamah

Kamis, 09 Agustus 2012

#IYDchange

International Youth Day setiap tahunnya diperingati tanggal 12 Agustus. Dalam rangka memperingati International Youth Day, Regina (Ambassador Asia Pacific Youth Network), Ashoka dan Indonesian Future Leaders berkolaborasi mengadakan tweetchat dengan topik #IYDchange (Anak Muda dan Perubahan). Diskusinya akan seputar apa arti Change/Perubahan buat kamu dan situasi apa yang ingin kamu ubah berkaitan dengan isu sosial di masyarakat (kesehatan, pendidikan, lingkungan, HAM, dan pengembangan ekonomi).

Tweetchat #IYDchange ini akan berlangsung pada 12 Agustus 2012 jam 20.00 WIB di http://tweetchat.com/room/IYDchange. Berikut ini langkah-langkah untuk bergabung dalam tweetchat #IYDchange.

1) sign in http://tweetchat.com/ 
2) enter #IYDchange on # to follow 

See ya!

Selasa, 07 Agustus 2012

"If you aren't given the tools of applied empathy as a young child, we shouldn't be blaming you -we should be blaming us. We have to have a revolution so that all young people grasp empathy and practice it. This is the most fundamental revolution that we have to get through." --Bill Drayton, Founder and CEO, Ashoka

Everyone A Changemaker Begins With Empathy

Ashoka envisions an Everyone A Changemaker world: one that responds quickly and effectively to social challenges; one where each individual has the freedom, confidence, and societal support to address any social problem and drive change.

For more than 30 years, Ashoka has identified and supported leading social entrepreneurs who are solving entrenched social problems across the globe. Being at the center of this network provides us a deep understanding of the key levers for bringing about structural social change in society, across industries and sectors.

We've learned from our network of Ashoka Fellows that empathy is foundational to changemaking. Social entrepreneurs apply empathy with intention and rigor, leading their work (and ultimately their success) from a place of deep understanding of others. Many of them have created powerful ways to cultivate empathy in others and to build institutions and cultures in which it can thrive.

Empathy is a common thread connecting seemingly disparate fields and issue areas: challenging our notion of "otherness" in the field of disability, forging alliances between business leaders and local communities to protect the environment, and equipping children and adults alike with the skills they need to take on multiple perspectives, collaborate effectively, and solve problems.

Everyone a Changemaker begins with empathy.

Why Empathy?

The world is changing faster than ever before. Our success -as individuals, institutions, and society- increasingly depends on our ability to be changemakers, equipped with the skills and mindset to create solutions where others see only problems.

In this world, empathy is more than a moral compass: it plays a crucial role in innovation and changemaking. It means the ability to grasp the many sides of today's complex problems and the capacity to collaborate with others to solve them; it means being as good at listening to the ideas of others as articulating your own; it means being able to lead a team one day, and participate as a team member the next.

We are daily confronted with an unprecedented level of connectivity. Amidst colliding cultures, fields, and worldviews, success requires an ability to forge new and effective relationships. It requires empathy.

We need empathy to: collaborate succesfully, solve problems, drive change, align interests, make good desicions, lead effectively.

What is Empathy?

Empathy (n): The ability to understand the feelings and perspectives of others and to use that understanding to guide one's actions.
"I want my son to be respected in his classroom not because he got a perfect score on his SAT's, not because he's the smartest kid in the class. I want him to be respected because he's the best teacher in the class; because he communicates well; because he has empathy for his peers; because he's always willing to stop what he is doing to help one of his friends." --Sal Khan, Khan Academy
"Leadership is about empathy. It is about having the ability to relate to and connect with people for the purpose of inspiring and empowering their lives." --Oprah Winfrey 

Senin, 06 Agustus 2012

Empathy Jamboree

Ninety-three family members from Boehringer Ingelheim Indonesia employees, Ashoka Fellows, Young Changemakers, Changemakers’ teachers joined in a two-day Empathy Jamboree on 7-8 July 2012 in the hill of Maribaya, Lembang, Bandung. Set in a camping activity, the event is expected for participants to learn how to activate empathy values within their own families in the aims to make their family healthier. Counting on personal stories where ideas can bring about change in the family as well as in the surrounding community, the Empathy Jamboree has facilitated how each family can become a home team to cultivate many more young changemakers for the society. Billtony, one of the BII staff claimed “through the Empathy Jamboree process, our family has communicated more equally and been able to address challenges in the family for something good in the future.”  









Jumat, 03 Agustus 2012

Siswa Sekolah Amfoang

Dok. Amfoang Community
Anak-anak Amfoang ini adalah generasi penerus bangsa. Apakah kamu tau Amfoang itu adanya di daerah mana? Jika belum tau, yuk kenalan dengan Amfoang Community yang digagas oleh Simon Seffi (Ashoka Young Changemakers 2012).

Senin, 23 Juli 2012

"Every day you’re modifying the idea. You’re seeing new opportunities. You’re seeing the nuances of problems. It’s a continuous process." --Bill Drayton

Rabu, 04 Juli 2012

Selamat Datang 2 Pemuda NTT Dalam Komunitas Ashoka Young Changemakers

Selamat datang! Selamat bergabung dalam keluarga Ashoka Young Changemakers!

Bulan Juni lalu, Ashoka mulai mengadakan Seleksi Panel untuk memilih Ashoka Young Changemakers 2012. Telah terpilih 2 pemuda NTT, yakni Pether Tao dan Simon Seffi. Berikut ini profil singkatnya.

Pether Tao (22 tahun)


PETHER TAO

Maraknya penambangan mangan dan mulai ditinggalkannya profesi petani adalah 2 hal yang menjadi kepedulian Pether. Ia melihat para pemuda Naioni, Kupang, NTT cenderung memilih pekerjaan yang mudah dan instan seperti menjadi penambang mangan atau tukang ojek. Padahal, Naioni terkenal sebagai salah satu daerah penghasil sayur-mayur (holtikultura) utama pemasok untuk Kupang. Terlebih lagi, Pether menyadari bahwa kegiatan penambangan mangan akan merusak lingkungan dan suatu waktu akan habis karena mangan bukanlah bahan tambang yang dapat diperbaharui. Selain itu, menurut Pether, pekerjaan sebagai tukang ojek tidak banyak memberikan peningkatan ekonomi riil kepada masyarakat. Dalam waktu singkat, profesi tukang ojek ini banyak ditinggalkan dan tidak sedikit pemuda Naioni yang akhirnya menganggur.

Mengaktifkan dan mengembangkan kembali profesi petani sebagai sumber mata pencaharian utama di Naioni merupakan inisiatif yang digagas Pether. Ia bersama 23 orang temannya, sejak Agustus 2011, membentuk sebuah kelompok yang ia beri nama Lingkar Pemuda Tani Naioni. Saat ini, kelompok tersebut sudah berkembang dengan anggota sebanyak 40 orang, dengan rentang usia 15-25 tahun. Melalui kelompok ini, Pether bersama teman-temannya berusaha agar pertanian kembali menjadi salah satu usaha yang dapat memberikan permasukan, di sisi lain juga dapat meminimalisir kerusakan lingkungan dan mengurangi pengangguran. Sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Kupang, Pether memulai gagasannya bersama-sama pemuda di Lingkar Pemuda Tani Naioni bereksperimen mengujicoba berbagai teknik dan mencari cara yang paling efisien untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan menggabungkan pengetahuan lokal yang diwariskan turun-menurun di masyarakat dengan pengetahuan modern yang didapatnya di bangku kuliah. Melalui proses ini, Pether secara tidak langsung telah meningkatkan kapasitas pemuda dalam bidang pertanian dan memberi harapan baru terhadap profesi petani.

Dampak dan perubahan mulai terlihat di masyarakat. Kini masyarakat mulai aktif kembali mengolah lahan tidur yang sebelumnya terbengkalai. Lebih dari itu, masyarakat juga sudah mendapatkan pemasukan dari penjualan hasil panen. Dampak lainnya yang langsung terlihat adalah berkurangnya pengangguran karena pemuda Naioni akhirnya kembali belajar dan memahami bahwa menjadi petani adalah suatu hal yang membanggakan. Lebih dari itu, gagasan Pether juga mulai memberi pengaruh terhadap berkurangnya kerusakan lingkungan dan peran pemuda Naioni dalam mengatasi krisis pangan. Berikutnya, Pether berencana membangun koperasi untuk mengorganisir dan mengembangkan ekonomi petani.  

Simon Seffi (24 tahun)
SDN Lelogama, Amfoang


SIMON SEFFI


Sebagian besar anak-anak SD yang tinggal di daerah yang jauh dari kota mengalami kesulitan belajar. Banyak diantaranya masih belum lancar membaca ketika sudah duduk di bangku kelas 4. Beberapa bahkan terancam dikeluarkan dari sekolah karena tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Kesulitan belajar ini bukan karena kemampuan akademik dari setiap anak-anak tersebut, melainkan karena guru yang sering absen mengajar di kelas. Setiap bulannya, guru harus ke kota untuk mengambil gaji. Walaupun jaraknya tidak terlalu jauh, namun infrastruktur transportasi yang buruk membuat waktu tempuh perjalanan memakan waktu lama. Seminggu merupakan waktu yang paling cepat, bahkan ada yang sampai sebulan tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolah. Simon merasakan masalah ini karena adik dan saudaranya juga mengalami hal yang sama.

Pada bulan Juli 2011, Simon mulai dengan mengajak adiknya yang sekolah di bangku SMP untuk mengajarkan adiknya yang masih kelas 2 SD. Tidak hanya sekedar mengajar adiknya, Simon meminta agar teman-teman di SD adiknya ikut juga kegiatan belajar bersama tersebut. Pada Agustus 2011 Simon melihat peluang bahwa ada anak-anak kelas 5 dan 6 SD yang punya kemampuan untuk bisa juga membantu adik-adik kelasnya. Melalui kegiatan cerdas cermat matematika, Simon merekrut anak-anak potensial untuk menjadi Guru Cilik. Kemudian melalui kegiatan diklat, Simon melatih 36 Guru Cilik di kecamatan Amfoang, kabupaten Kupang. Simon mengajak serta keterlibatan guru untuk mendampingi dan memonitor proses ini. Guru-guru cilik ini rutin mengadakan kegiatan belajar di luar jam sekolah sebanyak 2 kali dalam seminggu.

Hingga kini, sudah terbentuk 12 kelompok belajar di kecamatan Amfoang yang masing-masing kelompok dikelola oleh minimal 3 Guru Cilik. Manfaat tidak hanya dirasakan oleh  anggota kelompok belajar, tapi juga dirasakan oleh para Guru Cilik. Mereka terlatih dalam mengadakan kegiatan belajar mengajar, mulai dari mempersiapkan bahan ajar, kreatif mengembangkan metode penyampaian materi dan mencari berbagai cara agar adik-adik kelasnya bisa paham materi ajarnya. Guru Cilik ini juga menjadi lebih giat belajar karena sebelum menyampaikan materi, mereka harus terlebih dahulu paham tentang materi tersebut. Oleh karena itu, prestasi akademik dari Guru Cilik ini pun ikut meningkat. Simon menanggapi hal ini dengan memberikan insentif kepada Guru Cilik berupa beasiswa agar mereka bisa lebih termotivasi lagi untuk membantu adik kelasnya. Melalui kelompok ini, Simon telah berhasil menjangkau lebih dari 200 anak SD dengan kemampuan akademik yang berkembang pesat.  

Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada teman-teman KoAR NTT, Perkumpulan Pikul, Pak Hyronimus Fernandez (Ashoka Fellow) dan Mas Amirudin Muttaqin (Ashoka YCM, Ecoton) yang telah terlibat, berkontribusi dan berkolaborasi dalam pencapaian ini. Semoga pencapaian kita bisa menjadi awal yang asik untuk mewujudkan mimpi yang lebih besar.

Rabu, 27 Juni 2012

Keluarga Pembaharu

original post by Agnihttp://agni2x.blogspot.com/2012/06/keluarga-pembaharu.html

Senang sekali rasanya bertemu dengan para kolega saat dahulu beraktivitas bersama Ashoka Indonesia. Pada hari ini, melalui changemakers school summit yang diadakan di universitas Ma Chung saya berkesempatan untuk bertemu rekan-rekan guru sekolah pembaharu dari jejaring sekolah pembaharu ashoka.

Bertemu dengan mereka semua,antusiasmenya sama seperti bertemu keluarga sendiri. Mulai dari ibu bapak guru yang sangat inspiratif bagi hidup saya, hingga siswa-siswa para changemakers yang masih muda belia dan sangat berenergi tinggi dalam mewujudkan perubahan bagi masyarakat. 

Dalam dunia pembaharu bagi masyarakat, semua orang dengan cepat akan merasa menjadi keluarga satu sama lain. Kenapa? Karena mimpi kami semua sama, yaitu untuk membuat perubahan bagi masyarakat di sekitar kita. Tanpa perubahan, kering sekali rasanya tujuan hidup kita. Yess, keluarga pembaharu untuk Indonesia yang lebih baik.



Sungaiku hidupku : Ecoton

original post by Agnihttp://agni2x.blogspot.com/2012/06/sungaiku-hidupku-ecoton.html

Salah satu keluarga pembaharu muda yang saya temui dalam changemakers school summit 2012 adalah mas Amir dari ECOTON. Hidupnya didedikasikan untuk mendampingi masyarakat, terutama sekolah dan siswa di daerah sepanjang DAS Brantas.

Semangat dan passion nya menyala dengan sangar ketika bercerita & berdiskusi tentang kondisi sungai Brantas, tantangan, aksi dan mimpi besarnya kedepan. 

Brantas dan sungai-sungai besar lain di Indonesia menghadapi permasalahan dan tantangan yang sama, yaitu eksploitasi hutan dan mata air di daerah hulu, penambangan pasir, eksploitasi bantaran dan limbah industri di daerah tengah, hingga limbah rumah tangga dan tumpukan sampah di daerah hilir. 

Uniknya, aktivitas advokasi serta kampanye-kampanye pelestarian sungai yang dibangun oleh mas Amir dan ECOTON selalu didukung oleh data dan fakta ilmiah, sehingga kesabarannya valid dan membangun kesadaran yang kokoh bagi masyarakat, dalam melestarikan sungai.



I am changemaker (word cloud)

original post by Agnihttp://agni2x.blogspot.com/2012/06/i-am-changemaker-word-cloud.html


Menurut para guru yang berdiskusi dengan temsn-teman ini (foto). Anak muda yang bisa membuat perubahan bagi masyarakat memiliki ciri-ciri yang terwakili dalam kata-kata berikut.

Peduli-empati, merasakan apa yang dirasakan orang lain.leadership, visioner, komunikatif, kreatif-inovatif, Ulet, tahan banting, belajar dari pengalaman, passion (hasrat dalam diri), dinamis, ikhlas, gigih, suka tantangan, kemampuan manajemen yang baik, motivasi orang lain. Konsisten, membawa dampak pembahasan, motivasi. Mandiri-berdikari, percaya diri, coba hal baru, berani tampil beda. 

Thantien: edukasi kreatif pengembangan karakter anak, Makhfud: konservasi hutan, Rachma Ona: pendampingan ibu-ibu dan buruh, Amilia Agustin: zero waste school, Dharma: gerakan makanan sehat, Pasoari: green Community di sekolah.



Senin, 18 Juni 2012

AGNI DI JEMBER, AMIR DI KUPANG: THE AMAZING FACILITATORS

Agni (YCM 2007)
Amir (YCM 2010)


Uyee! Many thanks to Agni dan Amir! Agni (YCM 2007) dan Amir (YCM 2010) adalah 2 orang dari sekian banyak ASHOKA Young Changemakers yang memiliki kapabilitas untuk menjadi fasilitator. Menjadi fasilitator merupakan suatu peran yang cukup menantang. Sebagai fasilitator, kita ditantang untuk bisa merancang proses yang akhirnya membantu orang lain berkembang, harus juga adaptif terhadap dinamika proses sehingga siap melakukan improvisasi yang membuat proses menjadi lebih berkembang dan hidup.
These guys, Agni dan Amir, sehari-hari memang kegiatannya adalah memfasilitasi. Agni yang saat ini menjadi bagian dari Direktorat Pengembangan Karakter dan Kepemimpinan di Universitas Ma Chung, sehari-hari memfasilitasi civitas akademika Universitas Ma Chung untuk berkembang. Amir, staf Ecoton, setiap hari memfasilitasi dan berinteraksi dengan guru, siswa dan berbagai orang agar mereka bisa mengembangkan inisiatif sosialnya untuk menyelamatkan kali Brantas.
Suatu kehormatan, keberuntungan dan kebanggaan besar memiliki kalian berdua dalam keluarga besar Ashoka Young Changemakers. Sukses selalu untuk Agni dan Amir!

TEACHERS IN THE GROOVE: START EMPATHY, CREATING CHANGE AND CHANGEMAKERS.

Wohohoo.. Guru-guru itu hebat! Sepanjang Mei-Juni 2012, sekitar 50 guru-guru hebat berproses dalam workshop guru Sekolah Pembaharu Muda. Di workshop ini, guru-guru membangun visi perubahan terhadap anak didiknya. Hal yang paling amazing adalah bahwa guru-guru ini akhirnya memiliki fokus untuk mengembangkan anak didiknya sehingga bisa mengambil peran di masyarakat dalam membawa perubahan sosial.
Proses dimulai dengan bersama-sama memahami Empati dan belajar merancang proses mengasah empati pada anak didiknya. Kemudian guru-guru diajak juga untuk menggali kekuatan diri. Sesi ini merupakan sesi yang paling mengharukan! Seperti Aha! moment dari kebangkitan para guru ini. Ada tetes air mata dan semangat saling mendukung juga di sesi ini. Sungguh sangat mengharukan!  
Setelah guru-guru mengasah empatinya, memiliki visi perubahan dan yakin akan kekuatan diri untuk menjadi pembaharu, lalu bagaimana caranya membuat perubahan? Di sesi Desain, guru-guru merancang Desain Perubahan demi mewujudkan visi perubahan yang diimpikannya. Ide dan desainnya unik-unik! Ada Oemau Community, Rumah Inspirasi, berburu Sejarah, dan 47 inovasi unik lainnya. Ketika mendesain inovasi ini, guru-guru mensinergikan proses belajar di sekolah dengan proses kreatif membuat perubahan sosial. Alhasil, guru-guru bisa menemukan satu titik temu yang menjadi nilai inovasi dan menjadi satu hal baru nan menarik untuk proses belajar di sekolah. Proses belajar di sekolah menjadi lebih segar, manusiawi dan changemaking! 

LOVE FOR LIFE ON THE MOVE, YEAH! LET’S GET IT ON!

Hai anak muda energik!
Masih ingat dengan inisiatif LoveFor Life?
Ternyata banyak banget anak muda yang terpanggil dan ingin terlibat dalam gerakan ini! So proud of you guys! Hingga saat ini, sudah ada 46 anak muda bergabung menjadi volunteer dalam gerakan Love For Life ini! Pada 28 Mei – 1 Juni 2012, anak-anak muda yang keren ini telah mengikuti pembekalan dari Rumah Cemara untuk lebih mantap lagi mendampingi adik-adik yang terinfeksi dan terdampak HIV. Pembekalan ini meliputi informasi dasar mengenai dunia adiksi, HIV/AIDS dan psikologi anak. Ada juga pemutaran sebuah film pendek tentang kehidupan seorang anak yang terinfeksi dan terdampak HIV. Secara umum, pembekalan ini ditujukan untuk memberikan gambaran dan mempersiapkan para Kakak ketika berinteraksi denga~ adik-adik yang terinfeksi dan terdampak HIV. Dari diskusi yang berlangsung, pertanyaan yang muncul banyak mengulas mengenai bagaimana kehidupan adik-adik ini.

Senin, 04 Juni 2012

She Will Innovate: Technology Solutions Enriching the Lives of Girls



Intel Corporation and Ashoka Changemakers are partnering to find solutions that bridge this gender and technology divide with the launch of the She Will Innovate: Technology Solutions Enriching the Lives of Girls competition. This challenge is designed to promote information and communication technology solutions that improve the lives of girls and women.
It's a global search for the world's best kept secrets: those emerging ideas that have realized the potential for women to be changemakers; that break down barriers to access, accelerate digital literacy, and promote economic resilience.
If you're a tech innovator or a catalyst for change, we want to hear from you!
It's time to innovate for the benefit of girls and women, whether your project is a web-based education tool or a mobile phone service that delivers job opportunities to women via text message.
Submit your solution (or nominate an initiative) today!

Minggu, 27 Mei 2012

Berikut ini cuplikan status Facebook Ibu Nia Kurniati, Guru Pembaharu SMPN 11 Bandung.




Berikut ini Dapat bbm dari Amilia Agustin.... "bu terimakasih telah membuat jalan hidup ami berbeda dengan orang lain seusia ami"
Syukur....Ahamdulillah Ya Robb...betapa bahagia melihatmu tumbuh dan terus berproses, menjadi pembuka jalan bagi keberhasilan orang lain.
Jangan pernah lelah memberi inspirasi ya sayang...walaupun hanya menjadi pelita, tapi pasti ia akan menerangi kegelapan. Belajarlah pada pensil, dia diciptakan untuk memberi jejak yang jelas ^_^

Amilia Agustin merupakan siswa SMPN 11 Bandung yang terpilih menjadi Ashoka Young Changemakers 2009.

Rabu, 23 Mei 2012

Let's Join Love For Life Initiative!


Di Indonesia, ada sekitar 1.260 anak yang positif terinfeksi HIV. Berdasarkan data dari Rumah Cemara, di Jawa Barat terdapat lebih dari 100 adik-adik kita (usia 1-12 tahun) yang positif terinfeksi HIV. Pedulikah kamu?

Kamu peduli dan kamu mau membuat perubahan bagi hidup adik-adik kita ini? Langkah pertama yang bisa kamu ambil adalah bergabung dan terlibat dalam gerakan Love For Life dengan menjadi Kakak bagi adik-adik ini, adik-adik yang positif terinfeksi HIV. Kamu bisa menjadi Kakak yang memberi perhatian, kasih sayang, mengajak bermain dan mendidik adiknya untuk bisa berkembang.

Kamu siap membangun hubungan dan berkomitmen menjadi Kakak? Kami mencari Kakak yang CARE –dari dasar hati yang paling dalam peduli dengan adik-adik kita yang positif terinfeksi HIV. LOVE –tulus dan ikhlas memberikan cinta dan kasih sayang untuk adik-adik tanpa pamrih dan tanpa memandang latar belakang, status sosial dan lain sebagainya. EDUCATE –membimbing adik-adik untuk belajar, tumbuh dan berkembang. SHARE –berbagi apapun, sekecil apapun bahkan dalam bentuk yang sangat sederhana seperti waktu dan perhatian.

Kamu yang merasa terpanggil untuk bergabung, silahkan daftarkan diri kamu dengan mengisi form aplikasi ini dan mengirimkannya kembali ke ycm@ashoka.or.id. Berikutnya, kamu akan mendapat pembekalan dari kakak-kakak Rumah Cemara. Pembekalannya hanya 1 hari saja diantara tanggal 28 Mei – 1 Juni 2012 di markas besar Rumah Cemara, Bandung.

Kegiatan berikutnya adalah bertemu dan interaksi langsung dengan para adik. Kamu, sebagai Kakak, akan dipertemukan dengan adik-adik melalui sebuah kegiatan bersama di tanggal 10 Juni 2012 di Bandung. Kegiatan bersama ini bukan akhir dari kegiatan! Ini justru awal dari segalanya! Paska kegiatan ini, kamu, sebagai Kakak, diharapkan bisa membangun hubungan dengan sang adik. Kamu melakukan pendekatan ke keluarga adik, berkunjung ke rumahnya, menghabiskan waktu bersama dengan bermain, belajar dan mengekplor dunia.

Kamu diberi kebebasan untuk menggagas ide kegiatan yang seru untuk sang adik, seperti mengajarinya mengenal huruf dan angka, bermain layangan, berkunjung ke kebun binatang, atau kegiatan seru dan kreatif lainnya. Selama, menjadi Kakak yang mendampingi sang adik, kamu  juga bisa terus berkomunikasi dengan kakak di Rumah Cemara dan Ashoka untuk menggali peluang-peluang pengembangan ide keren kamu!

Inisiatif ini merupakan kolaborasi antara Rumah Cemara, Ashoka dan para Ashoka Young Changemakers. Informasi lebih lanjut hubungi anTi 08567224599 atau ycm@ashoka.or.id.

Selasa, 22 Mei 2012

"The most important contribution any of us can make now (...) is to increase the proportion of humans who know that they can cause change."
--Bill Drayton, CEO and Founder of Ashoka

Jumat, 04 Mei 2012

Inspirasi Dari Jawa Timur

Gerakan Pembaharu Muda di Jawa Timur progresif banget! Ini berkat Ecoton -Mas Prigi Arisandi (Ashoka Fellow), Mas Amir (Ashoka YCM), Mas Andreas, Mba Riska, dan tim serta jaringan! Di Jawa Timur berkembang infrastruktur yang memungkinkan kaum muda untuk menjadi Changemakers untuk menjawab tantangan isu kali Brantas dan isu lingkungan dan kesehatan pada umumnya. Infrastruktur keren ini sudah melahirkan lebih dari 10 Ashoka Young Changemakers dan sedang berkembang inisiatif sosial dari puluhan kaum muda lain! Keren!


Creativity Starts From A Belief!

Kamu punya empati, lalu bagaimana caranya membuat perubahan bagi teman, komunitas dan masyarakat sekitar kamu? Satu hal penting yang perlu kamu lakukan adalah kamu harus percaya bahwa kamu bisa melakukannya! Dengan ide yang kamu miliki, kamu bisa membawa perubahan yang baik bagi teman, komunitas dan masyarakat di sekitar kamu!


#HowToBeAChangemaker

Rabu, 02 Mei 2012

Kuncinya Empati!

"Any human who does not master their learned skill (empathy) at a very high level will be marginalized and unable to contribute, let alone able to progress onto teamwork, leadership and changemaking." --Bill Drayton, Founder and CEO Ashoka

Peka Melihat Kebutuhan dan Peluang

Menjadi Young Changemakers itu gampang! Caranya?
Pertama, kamu harus mengasah empati kamu sehingga bisa peka merasakan kebutuhan teman, komunitas dan masyarakat di sekitar kamu. Iya, semudah itu! Ga percaya? Ini dia contohnya, Ria dan Arlian, para Young Changemakers dari SMPN 11 Bandung.

By movers
Wednesday April 11, 2012

Di sekolah ini, tulisan ‘jagalah kebersihan’ yang terpampang di dinding, bukan cuma slogan. Anak-anaknya menggagas perubahan kebiasaan, dengan konsekuensi, menambah aktivitas mereka di sekolah.

Dian Palupi

Waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB atau 30 menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi bagi anak-anak di SMP Negeri 11 Bandung. Sisa waktu itu digunakan Ria Putri Primadanty, 13, untuk mengecek empat jamban bersih sehat jujur (BSJ) yang terletak di lantai 2.

Ketika mendapati banyak tapak sepatu membekas di lantai, Ria tak segan mengambil kain pel untuk membersihkannya. “Biar tetap bersih, karena ini tanggung jawab bersama,” ujar Ria. Jamban BSJ merupakan toilet yang dikhususkan untuk siswi yang sedang menstruasi. Di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas pembalut wanita, celana dalam berbagai ukuran, sandal, dan tempat sampah. Para siswi yang sedang haid tidak perlu susah-susah lagi jika ingin ganti pembalut selama jam pelajaran sekolah.

Gagasan membentuk jamban BSJ berawal dari temuan pembalut wanita bekas pakai yang dibuang sembarang. “Risih dong ya, masa sekolah udah sehat, tapi toiletnya jorok,” tutur Ria.

Tergelitik dengan keadaan ini, Ria bersama sembilan orang siswi lainnya membentuk tim jamban BSJ. Mereka memanfaatkan toilet yang sudah ada.

dok. Rommy Pujianto

Untuk mewujudkan jamban BSJ mereka terjun langsung membersihkan dan membeli perlengkapan yang diperlukan. Kepala sekolah memberikan Rp300 ribu kepada tim ini untuk memenuhi segala kebutuhan jamban BSJ.

“Ria menghitung sendiri semua keperluan yang perlu dibeli, mulai dari rak sampai pembalut. Saya hanya bantu membimbing,” ujar Nia Kurniati, guru mata pelajaran Biologi SMP 11 Bandung.

Jamban BSJ mulai resmi digunakan pada 19 Oktober 2011. Para siswi cukup mengganti Rp500 untuk setiap pembalut yang mereka gunakan, dan Rp5.000 untuk celana dalam.

Uangnya ditaruh di kotak yang tersedia. Bila ada yang tidak membawa uang, atau hanya cukup untuk ongkos pulang, mereka boleh utang dulu dengan menulis di kertas yang disediakan dekat rak penyimpanan.

“Inilah makanya tidak hanya disebut jamban bersih dan sehat, tapi juga jujur. Karena perlu kejujuran masing-masing juga. Transaksinya itu kan tidak ada yang mengawasi,” ucap Ria, yang mengakui hingga saat ini masih ada siswi yang tidak jujur dengan mengambil tanpa bayar. Sejak jamban BSJ beroperasi, menurut Nia, jumlah anak yang minta izin untuk pulang karena haid semakin berkurang. Untuk menjaga kondisi toilet tetap nyaman, Ria dan tim bergantian memeriksa jamban BSJ sebelum masuk dan sepulang sekolah. Sosialisasi mengenai jamban BSJ dilakukan lewat kelas keputrian yang berlangsung setiap hari Jumat. Ria dan kawan-kawan menjelaskan kepada para siswi lainnya tidak hanya seputar kebersihan toilet, tapi juga pentingnya menjaga organ reproduksi, agar terhindar dari penyakit. “Kanker serviks salah satunya disebabkan dari masalah kurangnya menjaga kebersihan organ reproduksi,” ucap Ria yang mengaku banyak mendapat informasi tersebut dari ibunya yang bekerja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Susahnya ubah kebiasaan



dok. Rommy Pujianto



Meskipun sudah melakukan sosialisasi, tak mudah untuk membuat semua siswi mau melakukan sesuai aturan yang diterapkan. “Masih ada yang bandel juga. Misalnya, kita kan menerapkan konsep toilet kering di sini. Jadi setiap orang juga mesti buka sepatu kalau mau menggunakan jamban, dan mengganti dengan sandal. Tapi, masih ada yang tidak melakukan,” ujar Ria.

Ada juga yang langsung membuang pembalut bekas pakai tanpa dicuci terlebih dahulu. Padahal aturannya sudah tertera di dinding toilet. “Mereka belum sadar akan kebersihan individu. Masih seenaknya saja dan bergantung pada petugas kebersihan semata.”

Ria sendiri tidak ingin anak lain menaati aturan hanya karena ada ia atau rekan lain yang mengawasi, melainkan karena kesadaran sendiri.

Rencananya bulan April ini seluruh toilet putri di SMP 11 akan dibuat seperti jamban BSJ. Menurut Ria, para siswi sendiri sudah mulai merasakan manfaat jamban BSJ yang ia bentuk.

“Ini kan khusus untuk yang sedang mens, tapi sekarang banyak yang tidak mens pun memilih menggunakan jamban BSJ, alasannya lebih bersih dari toilet putri yang lain. Ini kan artinya mereka sudah bisa rasakan perbedaannya,” tutur siswi yang bercita-cita jadi dokter dan penulis itu.

Zero waste event

Kalau Ria dan tim jambannya fokus pada masalah toilet, Arlian Puri Anggraeni sibuk memperjuangkan sampah. Siswi SMP 11 Bandung itu menggiatkan zero waste event, yakni pengelolaan sampah berbasis kelas. Program itu merupakan kelanjutan dari gerakan yang sudah lebih dulu digagas seniornya, Amilia Agustin, Go To Zero Waste SChool.

“Lebih spesifik lagi dari program sebelumnya, karena di sini tanggung jawabnya ada di setiap kelas,” ujar Arlian.

Kampanye yang dilakukan tidak lagi sekadar membuang sampah pada tempatnya, tetapi memilah sampah antara sampah plastik dan organik. Setiap kelas dilengkapi dengan dua macam tempat sampah. Arlian menjadi garda terdepan yang mengawasi pemilahan sampah yang dilakukan teman-temannya.

Untuk mengampanyekan program itu, Arlian memanfaatkan hobi menggambarnya sebagai sarana sosialisasi. Komik, poster, hingga wayang kertas dipakai untuk menyampaikan gagasan-gagasan kepada teman-teman sebaya.

Meski tidak selalu berjalan mulius, aksi nyata Arlian dan Ria membuahkan hasil yang bisa dirasakan semua warga sekolah. SMPN 11 Bandung meraih beberapa kali meraih penghargaan Sekolah Sehat se-Kabupaten Bandung. Jadi, tulisan ‘jagalah Kebersihan’ yang biasa terpampang di dinding sekolah, mestinya bukan cuma slogan ya!

original post: Media Indonesia

#HowToBeAChangemaker